Di Balik Kilauan Medali PON 2024: Atlet Berprestasi Masih Dihadapkan pada Ketidakpastian Pekerjaan

21/09/2024 08:11:36 WIB 13

Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatera Utara 2024 telah resmi ditutup pada Jumat, 20 September. Upacara penutupan yang megah dilaksanakan di Stadion Utama Sumut Sport Center, menandai berakhirnya pesta olahraga empat tahunan ini.

Bagi sejumlah atlet, PON kali ini memberikan momen kebahagiaan karena berhasil membawa pulang medali dan menaiki podium juara. Namun, bagi banyak atlet lainnya, kenyataan yang dihadapi setelah pertandingan mungkin jauh lebih berat. Meski bonus dari daerah asal mereka mungkin akan segera diberikan, beberapa atlet masih diliputi ketidakpastian mengenai masa depan karier mereka.

Salah satu contohnya adalah Willy, peraih medali perak dalam kategori angkat berat 105 kilogram putra asal Riau. Setelah kompetisi berakhir, harapannya bukan hanya bonus, tetapi juga kepastian pekerjaan. Pada konferensi pers seusai pertandingan di GOR Seramoe, Banda Aceh, Rabu (18/9), Willy dengan jelas menyampaikan aspirasinya agar pemerintah daerah bisa memberikan pekerjaan tetap kepada para atlet berprestasi.

“Saya berharap semua atlet Riau yang meraih medali diberikan pekerjaan. Saat ini, banyak atlet Riau yang tidak memiliki pekerjaan tetap, baik di sektor ASN (Aparatur Sipil Negara) maupun sektor pemerintahan lainnya,” ujar Willy.

Adven Hendiarto, peraih medali perunggu dalam kelas angkat berat 74 kilogram putra asal Jawa Tengah, mengungkapkan dilema yang serupa. Ia menghadapi kesulitan dalam mengatur waktu antara latihan dan pekerjaan, karena belum memiliki pekerjaan tetap.

"Jika kami bisa mendapatkan pekerjaan tetap, tentu kami akan lebih fokus untuk latihan dan persiapan kompetisi. Saat ini saya hanya bisa latihan mandiri di rumah, karena terikat dengan pekerjaan outsourcing yang tidak memungkinkan untuk izin dengan mudah. Hal ini menghambat proses latihan," kata Adven.

Ade Bazrudin, atlet asal Jawa Barat yang juga peraih medali perak di kelas yang sama dengan Adven, menghadapi tantangan berbeda. Sebagai petugas pemadam kebakaran yang sudah bekerja selama 15 tahun, ia merasa tidak ada perhatian khusus bagi atlet seperti dirinya untuk mendapatkan pengangkatan secara otomatis.

“Sudah 15 tahun saya bekerja sebagai petugas pemadam kebakaran, tapi untuk diangkat jadi pegawai tetap harus melalui tes yang sama dengan pelamar umum. Padahal, sebagai atlet, kami sudah memberikan kontribusi besar, dan seharusnya ada jalur khusus untuk kami. Tidak bisa hanya tenaga yang dipakai, tanpa ada jaminan pekerjaan yang pasti,” ungkap Ade.

Kisah ketiga atlet ini mencerminkan kondisi yang dialami banyak atlet di Indonesia, di mana prestasi di arena olahraga tidak selalu diiringi dengan jaminan kesejahteraan setelahnya. Mereka berharap pemerintah dan pihak berwenang dapat memberikan perhatian lebih pada kesejahteraan para atlet, khususnya dalam hal pekerjaan tetap setelah karier olahraga mereka berakhir.

Share this post